Alkisah, disebuah desa miskin ada satu sekolah dasar. Hanya sedikit muridnya
karena kebanyakan anak-anak di desa itu membantu orang tuanya mencari nafkah.
Suatu hari,satu-satunya guru yang ada di sekolah itu sedang memberi
pelajaran mengarang . setelah menjelaskan cara-cara mengarang cerita, si guru
memberikan pekerjaan rumah. ” Anak-anak, pekerjaan rumah hari ini adalah
mengarang dengan judul cita-citaku, besok, hasil karangan kalian dibaca di
depan kelas satu per satu…” .
Keesokan harinya, murid-murid maju ke depan kelas dan membacakan karanganya
masing-masing. Kebanyakan dari mereka bercita-cita menjadi guru, petani,atau
pegawai pemerintah,dll. sang guru selalu manggut-manggut tanda setuju.
Lalu tiba giliran seorang murid yang paling muda usianya. bajunya tambal
sulam, tubuhnya kurus kecil, tapi suaranya sangat lantang. ” kalau besar nanti,
aku ingin punya rumah besar diatas bukit dengan pemandangan yang indah
berdampingan dengan pondok-pondok kecil di sekelilingnya untuk tempat
peristirahatan.
Berderet pohon cemara dan pohon pohon yang rindang, di antara rumah-rumah
itu.ada taman bunga tertata apik dan beraneka bunga dan warna. ada kebun buah
lezat yang bisa dipetik oleh penghuni rumah dan penduduk di sekitarnya.
Saya ingin jadi orang sukses dan bahagia bersama keluarga besar dan para
tamu yang datang di sana…”.
Mendengar suara lantang si murid kecil itu, kontan seisi kelas tertawa
bersamaan.” Dasar pemimpi…!” ejek murid yang lain , mereka mencemooh si murid
kecil.
Melihat ke gaduhan itu si guru itu marah-marah.ia mengangap,biang kerak
kegaduhan itu adalah si murid kecil. Si guru menegurnya, ” yang kamu tulis itu
bukan cita-cita, tapi itu impian yang tidak mungkin terjadi, pokoknya mamu
harus tulis ulang tentang cita-citamu yang sebenarnya,” perintah sang guru.
“Guru, ini adalah cita-citaku yang sebenarnya.ini bukan hanya mimpi, ini bisa
menjadi kenyataan,” murid kecil bersikeras.
”Heh… kamu hidup di desa yang miskin, keluargamu juga keluarga
miskin.bagaimana kamu akan mewujudkan cita-cita seperti itu? Dasar pemimpi...!
buat karangan yang masuk akal saja!” teriak si guru mulai tidak sabar.
” Aku tidak mau cita-cita yang lain. Ini cita-citaku tidak ada yang
lain…,”si murid kecil ngotot. ” besok kamu harus bawa karangan yang baru jika
kamu tidak perbaiki karanganmu itu, kamu akan mendapat nilai jelek,”si guru
mulai mengancam. Namun keesokan harinya,si murid kecil ke sekolah tanpa membawa
karangan baru. Walau di ancam dan di pemalukan seperti itu,dia tetap pada
cita-citanya semula.
Karena sikapnya yang keras kepala dan tidak mau mengikuti perintah
guru, akhirnya ia mendapat nilai paling jelek di kelas.
Tanpa terasa waktu terus berjalan. Tiga puluh tahun kemudian, si guru
masih tetap mengajar di sekolah dasar itu. Suatu hari,ia mengajak
murid-muridnya belajar sambil berwisata ke sebuah kebun buah dia atas bukit
yang sangat terkenal. Kebun buah itu berada di desa tetangga, tidak seberapa
jauh dari desa tempat mereka tinggal.
Sesampai di kebun buah yang luas dan indah itu, si guru dan murid-muridnya
berdecak kagum. Kebun buah itu ternyata dilengkapi dengan sebuah rumah besar
bak istana.tinggi menjulang, megah, dan sangat indah arsitekturnya. “ Orang
yang membangun istana ini pastilah orang yang sangat hebat…,” gumam si guru
terkagum-kagum.
Tiba-tiba terdengar jawaban. “ Bukan orang hebat yang membangun rumah ini…
hanya seorang murid bandel yang berani bermimpi punya cita-cita yang besar,
pasti, yang lebih hebat adalah guru yang dulu mendidik bocah bandel itu… Mari
masuk ke dalam rumah, pak , kita nikmati teh dan buah-buahan terbaik dari kebun
ini…,” ujar si pemilik rumah itu dengan ramah.
Mendengar ucapan itu, mendadak si guru terpana dan teringat siapa yang
berdiri di depannya. Dia adalah si murid kecil yang keras kepala yang mendapat
nilai jelek waktu itu. Sekarang dia telah menjelma menjadi pengusaha yang
sangat sukses. Matanya berkaca-kaca, merasa bersyukur sekaligus menahan malu
karena 30 tahun yang lalu dirinya melecehkan cita-cita anak itu.
Sahabat, perubahan besar terjadi karena ada orang-orang kecil yang tangguh
dan pantang menyerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar